Atresia Ani Anus Imperforatus

Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb). Soper 1975 memberikan terminologi untuk atresia anorektal meliputi sebagian besar malformasi kongenital dari daerah anorektal. Kanalis anal adalah merupakan bagian yang paling sempit tetapi normal dari ampula rekti. Menurut definisi ini maka sambungan anorektal terletak pada permukaan atas dasar pelvis yang dikelilingi muskulus sfingter ani eksternus. 2/3 bagian atas kanal ini derivat hindgut, sedang 1/3 bawah berkembang dari anal pit. Penggabungan dari epitilium disini adalah derivat ectoderm dari anal pit dan endoderm dari hindgut dan disinilah letak linea dentate. Garis ini adalah tempat anal membrana dan disini terjadi perubahan epitelium columner ke stratified squamous cell. Pada bayi normal, susunan otot serang lintang yang berfungsi membentuk bangunan seperti cerobong yang melekat pada os pubis, bagian bawah sacrum dan bagian tengah pelvis. Kearah medial otot-otot ini membentuk diafragma yang melingkari rectum, menyusun kebawah sampai kulit perineum. Bagian atas bangunan cerobong ini dikenal sebagai m levator dan bagian terbawah adalah m sfingter externus. Pembagian secara lebih rinci, dari struktur cerobong ini adalah: m. ischiococcygeus, illeococcygeus, pubococcygeus, puborectalis, deep external spincter externus dan superficial external sfingter. M sfingter externus merupakan serabut otot para sagital yang saling bertemu didepan dan dibelakang anus. Bagian diantara m. levator dan sfingter externus disebut muscle complex atau vertikal fiber.
Kanal anal dan rectum mendapat vaskularisasi dari arteria hemoroidalis superior, a hemoroidalis media dan a hemoroidalis inferior. Arteri hemoroidalis superior merupakan akhir dari arteria mesenterika inferior dan melalui dinding posterior dari rectum dan mensuplai dinding posterior, juga ke kanan dan ke kiri dinding pada bagian tengah rectum, kemudian turun ke pectinate line. Arteria hemoroidalis media merupakan cabang dari arteria illiaca interna. Arteria hemoroidalis inferior cabang dari arteri pudenda interna, ia berjalan di medial dan vertical untuk mensuplai kanalis anal di bagian distal dari pectinate line. Inervasi para simpatis berasal dari nervus sacralis III, V yang kemudian membentuk N Epiganti, memberikan cabang ke rectum dan berhubungan dengan pleksus Auerbach. Saraf ini berfungsi sebagai motor dinding usus dan inhibitor sfingter serta sensor distensi rectum. Persarafan simpatis berasal dari ganglion Lumbalis II, III, V dan pleksus para aurticus, kemudian membentuk pleksus hipogastricus kemudian turun sebagai N pre sacralis. Saraf ini berfungsi sebagai inhibitor dinding usus dan motor spingter internus. Inervasi somatic dari m levator ani dan muscle complex berasal dari radix anterior N sacralis III, V.


Embriologi
Secara embriologis, saluran pencernaan berasal dari Foregut, Midgut dan Hindgut. Forgut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pancreas. Mid gut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon ascenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan ectoderm dari protoderm / analpit . Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter .

Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya fese mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki2 biasanya letak tinggi , umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika) . pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis)

Klasifikasi
MELBOURNE membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati ischii kelainan disebut :
• Letak tinggi ? rectum berakir diatas m.levator ani (m.pubo coxigeus)
• Letak intermediet ? akiran rectum terletak di m.levator ani
• Letak rendah ? akhiran rectum berakhir bawah m.levator ani

Etiologi
Atresia anorectal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan. Secara embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang terletak di depannya atau mekanisme pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum. Pada atresia letak tinggi atau supra levator, septum urorectal turun secara tidak sempurna atau berhenti pada suatu tempat jalan penurunannya

Diagnosisis
• Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
• Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
• Bila ada fistula pada perineum(mekoneum +) kemungkinan letak rendah
Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan perineum yang teliti .
PENA menggunakan cara sebagai berikut:
? Bayi LAKI-LAKI dilakukan pemeriksaan perineum dan urine bila :
• Fistel perianal (+) , bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia letak rendah ? Minimal PSARP tanpa kolostomi
• Mekoneum (+) ? atresia letak tinggi ? dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan 8 minggu kemudian dilakukan tindakan definitive.
——-? Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram .Bila
• Akhiran rectum < 1 cm dari kulit ? disebut letak rendah
• Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi
Pada laki-laki fistel dapat berupa rectovesikalis, rektourethralis dan rektoperinealis.
? Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel. Bila ditemukan
• Fistel perineal (+) ? minimal PSARP tanpa kolostomi.
• Fistel rektovaginal atau rektovestibuler ? kolostomi terlebih dahulu.
• Fistel (-) ? invertrogram :
- Akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti
- Akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu
LEAPE (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum, vestibulum atau fistel perianal ? Letak rendah . Bila Pada pemeriksaan Fistel (-) ? Letak tinggi atau rendah
Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar ususterisis udara, dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertical dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) ? bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorectoplasty, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan pemotongan fistel .
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Sebagai Goalnya adalah defekasi secara teratur dan konsistensinya baik.
Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rectum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rectum dan ada tidaknya fistula.
Leape(1987) menganjurkan pada :
• Atresia letak tinggi & intermediet ? sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitive (PSARP)
• Atresia letak rendah ? perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untukidentifikasi batas otot sfingter ani ekternus,
• Bila terdapat fistula ? cut back incicion
• Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin , berbeda dengan Pena dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa Atresia ani letak tinggi dan intermediet ? dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitive setelah 4 – 8 minggu. Saat ini tehnik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorectoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti

Teknik Operasi
• Dilakukan dengan general anestesi , dengan endotrakeal intubasi , dengan posisi pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan
• Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi anal dimple.
• Incisi bagian tengah sacrum kearah bawah melewati pusat spingter dan berhenti 2 cm didepanya
• Dibelah jaringan subkutis , lemak, parasagital fiber dan muscle complek. Os Coxigeus dibelah sampai tampak muskulus levator , dan muskulus levator dibelah tampak dinding belakang rectum
• Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya .
• Rektum ditarik melewati levator , muscle complek dan parasagital fiber
• Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.
Perawatan Pasca Operasi PSARP
• Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan selama 8- 10 hari.
• 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai mencapai ukuran ynag sesuai dengan umurnya .
Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk

PERKIRAAN UKURAN BUSI MENURUT UMUR
1 – 4 Bulan # 12
4 – 12 bulan # 13
8 – 12 bulan # 14
1-3 tahun # 15
3 – 12 tahun # 16
> 12 tahun # 17

FREKUENSI DILATASI
Tiap 1 hari 1x dalam 1 bulan
Tiap 3 hari 1x dalam 1 bulan
Tiap 1 minggu 2 x dal;am 1 bulan
Tiap 1 minggu 1x dalam 1 bulan
Tiap 1 bulan 1x dalam 3 bulan
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan sertsa tidak ada rasa nyeri dilakukan 2x selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan.
Skoring Klotz

VARIABEL KONDISI SKOR
Defekasi 
1- 2 kali sehari                                      1
2 hari sekali                                           1
3 – 5 kali sehari                                     2
3 hari sekali                                           2
> 4 hari sekali                                        3
Kembung 
Tidak pernah                                         1
Kadang-kadang                                     2
Terus menerus                                        3

Konsistensi feses 
Normal                                                  1
Lembek                                                 2
Encer                                                     3

Perasaan ingin BAB
Terasa                                                    1
Tidak terasa                                           3

Soiling
Tidak pernah                                          1
Terjadi bersama flatus                             2
Terus menerus                                        3

Kemampuan menahan feses yang akan keluar
> 1 menit                                                1
< 1 menit                                                2
Tidak bisa menahan                                3

Komplikasi
Tidak ada                                               1
Komplikasi minor                                   2
Komplikasi mayor                                  3

Penilaian hasil skoring :
0-7 = Sangat baik
8 – 10 = Baik
11–13 = Cukup
> 14 = Kurang


ATRESIANI DG FISTULA REKTOVESTIBULARIS
Atresia ani termasuk kelainan kongeniatal yang cukup sering dijumpai, menunjukkan suatu keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna. Frekuensi seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresiani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus Frekuensi paling tinggi didapatkan pada ras kaukasia dan kulit berwarna, sedangkan pada negro bantu frekuensi paling rendah .
Secara embriologis atresiani terjadi akibat gangguan perkembangan pada minggu 4-6 kehamilan, dimana terjadi gangguan pertumbuhan septum urorectal yang menyebabkan yang menyebabkan kelainan atresiani letak tinggi, dan gangguan perkembangan proktodeum dengan lipatan genital yang menyebabkan letak atreasiani letak rendah. Pada letak tinggi otot levatorani pertumbuhannya abnormal, sedang otot sefingterani eksterna dan interna dapat tidak ada atau rudimenter.
Definisi
Atreasiani atau anus imperforata, dalam kepustakaan banyak disebut sebagai malforasi anorectal atau anomali anorectal, adalah suatu kelainan kongenital yang menunjukkan keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna. Keadaan ini disebabkan oleh karena gangguan perkembangan embrional berupa tidak sempurnanya kanalisasi saluran pencernaan bagian bawah, yaitu gangguan pertumbuhan septum urorectal, dimana tidak terjadi perforasi membran yang memisahkan bagian entodermal dengan bagian ektodermal.
Klasifikasi
Terdapat bemacam – macam klasifikasi kelainan anorektal menurut beberapa penulis. Menurut Ladd & Gross cit Prasadio et al (1988) terdapat 4 tipe :
  •  Tipe I stenosi ani kongenital.
  •  Tipe II anus imperforata membranase,
  •  Tipe III anus imperforata,
  •  Tipe IV atresia recti.
Klasifikasi ini sekarang sudah ditinggalkan.
Menurut Wingspread cit Prasadio et al (1988), bila bayangan udara pada ujung rectum dari foto di bawah garis puboischias adalah tipe rendah, bila bayangan udara diatas garis pubococcygeus adalah tipe tinggi dan bila bayangan udara diantara garis puboischias dan garis pubococcygeus adalah tipe intermediet. Klasifikasi yang sering digunakan adalah klasifikasi internasional tahun 1970 (Amri & Soedarno, 1988 ; Spitz, 1990). Yaitu kelainan anorektal letak tinggi, intermediet dan letak rendah. Kelainan letak tinggi disebut juga supralevator, kelainan intermediet dan letak rendah disebut juga infralevator. Klasifikasi internasional mempunyai arti penting dalam penatalaksanaan kelainan anorektal.
Klinis dan Diagnosis
Anamnesis penderita biasanya datang dengan keluhan tidak mempunyai anus. Keluhan lain dapat berupa gangguan saluran pencernaan bagian bawah, tidak bisa buang air besar, perut kembung atau bisa buang air besar tidak melewati anus normal, kadang-kadang mengeluarkan feses bercampur urine.
Pada pemeriksaan klinis tidak di dapat anus normal, atau perineal abnormal, distensi abdomen terjadi cepat dalam 8-24 jam bila tidak terdapat fistula (Groff, 1975 ; Bisset, 1977 ; Filston, 1986 ). Pada atreasiani letak tinggi, bagian distal rectum dan anus tidak berkembang, pada wanita biasanya terdapat fistula bagian atas vagina, kadang –kadang langsung ke vesika urinaria, sedang pada laki-laki biasanya fistula ke vesika urinaria atau uretra, sehingga pengeluaran urine bercampur feses. Pada atresiani letak rendah orifisium ani ektopik atau fistula bisa di dapat di sebelah anterior dari posisi normal, pada laki-laki fistula sering terdapat sepanjang raphe sekrotalis, sedangkan pada wanita orifisium ani ektopik terdapat pada perineum, vestibulum, atau bagian bawah vagina (De Lorimier, 1981 ; Filston, 1986 ; Goligher cit. Amri & Soedarno, 1988).
Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen pelvis lateral metoda wangensten & Rice digunakan untuk menentukan jarak antarakantong rectum yang buntu dengan anal dimple. Udara secara normal akan mencapai rektum 18-24 jam sesudah lahir, sehingga foto dapat dibuat sesudah waktu tersebut (Groff, 1975 ; Filston, 1986 ; Spitz, 1990). Metoda foto rongten yang lebih disukai adalah invertogram dengan posisi pronas, paha semifleksi, sinar X dipusatkan pada trokhanter mayor femur (Spitz, 1990). Kelainan anorektal yang disertai fistula, dilakukan pemeriksaan fistulografi (Filston, 1986). Groff (1975) menyarankan pemeriksaan IVP pada penderita anus imperforata, tetapi bukan prosedur sebagai gawat darurat. Chystourethrografi menunjukkan fistula rektourinaria pada penderita laki-laki yang sangat berguna bila lesi meragukan (De Lorimer, 1981 ; Spitz 1990). Radiografi kontras dengan injeksi kontras larut air kedalam kantong distal melalui perineum dibawah kontrol fluoroskopi akan memberikan informasi dan penentuan yang akurat apakah usus melalui penggantung puborektal atau tidak (filston, 1986 ; Spitz, 1990). USG dapat menentukan secara akurat jarak antara anal dimple dan kantong rektum yang buntu. Pemeriksaan CT Scan dapat menentukan anatomi yang jelas otot-otot sfingterani dalam hubungannya dengan usus dan jumlah massa yang ada. Pemeriksaan ini berguna untuk rencana preoperatif dan memperkirakan prognosis penderita (Kohda et al 1985 ; Smith 1990).

Penatalaksanaan
Pada kelainan anorektal letak rendah, penderita laki-laki dilakukan anoplasti perineal dengan prosedur V- Y plasti, sedang untuk wanita dilakukan “cut back” atau prosedur V-Y seperti laki-laki. Bila fistula cukup adekuat maka tindakan anoplasti dapat ditunda menurut keinginan (Bisset 1977 ; Filston 1986 ; Spitz 1990).
Pada kelainan anorektal letak tinggi atau intermediet, setelah diagnosis ditegakkan, segera dilakukan kolostomi selanjutnya dibuatkan lopogram untuk mengetahui macam fistula.
Menurut De Lorimer (1981) dan Spitz (1990) kolostomi dilakukan pada kolon sigmoid, sedangkan Spitz (1990) mengatakan kolostomi dilakukan pada kolon tranversum dekstra dengan keuntungan kolon kiri bebas, sehingga tidak terkontaminasi bila dilakukan “Pull Ttrogh”. Tindakan definitif dapat menunggu sampai beberapa minggu – bulan (Bisset 1977 ; Splitz 1990), sedangkan Goligher cit Amri & Soedarno (1988 ) menyatakan tindakan definitif dilakukan setelah penderita berumur 6 bulan – 2 tahun atau berat badan minimal 10 kg. Tindakan definitif dilakukan dengan prosedur “Pull Through” sakroperineal dan abdomino perineal, serta posterior sagital anorektoplasti (PSARP) (De Lorimer, 1981 ; Spitz, 1990). Jorge et al (1987) menyatakan bahwa PSARP dapat digunakan untuk penderita dewasa terpilih untuk mendapatkan kontinensia fekal terbaik sesudah operasi. Sedangkan Iwai et al (1988) mendapatkan kontinensia fekal dan fungsi seksual yang baikdengan tindakan abdominoperineal rektoplasti.
Prognosis
Kelainan anorektal letak rendah biasanya dapat diperbaiki dengan pembedahan melalui perineum dan prognosis baik untuk kontinensia fekal. Sedangkan kelainan anorektal letak tinggi diperbaiki dengan pembedahan sakroperineal atau abdominoperineal, pada kelainan ini sfingterani eksternus tidak memadai dan tidak ada sfingter ani internus, maka kontinensia fekal tergantung fungsi otot puborektalis (DeLorimer 1981 ; Iwai et al 1988). Ong dan Beasley (1990) mendapatkan perjalanan klinis jangka panjang dari kelainan anorektal letak rendah yang dilakukan operasi perineal lebih dari 90% penderita mencapai kontrol anorektal yang secara sosial dapat diterima. Insidensi “soiling” pada penderita umur lebih 10 tahun lebih rendah dari penderita yang lebih muda. Insidensi “Smearing” atau Stainning” tidak mengurang dengan bertambahnya usia. Pada kelainan anorektal letak tinggi hasilnya hanya 1/3 yang benar-benar bagus, 1/3 lagi dapat mengontrol kontinensia fekal. Pada wanita hasilnya lebih baik daripada laki-laki karena pada wanita lesi seringkali intermediet. Kebanyakan lesi supralevator dengan tindakan PSARP dapat dikerjakan melalui perineum tanpa membuka abdomen (Smith, 1990). Beberapa penderita dengan kelainan anorektal letak tinggi mempunyai masalah-masalah kontinensia bila dilakukan pembedahan dibanding letak rendah.
Catatan
Klasifikasi
Klasifikasi atresia ani pertama kali dilakukan oleh Bell tahun 1787, kemudian pada tahun 1834 Amussat mendiskripsikan lima tipe kelainan. Belum terdapat klasifikasi yang sistematik hingga tahun 1860 saat Bodenhamer menjelaskan penelitiannya pada 287 kasus post mortem, klasifikasi ini diperkuat oleh Ball tahun 1887 yang membagi anarektal anomali menjadi sembilan tipe. Klasifikasi berdasarkan embriologi dipakai oleh Wood-Jones tahun 1904 dan Arthur Keith tahun 1908 yang melakukan penelitian pada 79 kasus di London tetapi penelitian ini kemudian didukung juga dengan penemuan klinis. Penelitian lanjutan di Inggris yang dilakukan oleh Wood-Jones (1904) dan Keith (1906) mengklasifikasikan berdasarkan konsep agenesis anorektal dan membagi anomali menjadi letak tinggi atau rendah berdasarkan apakah usus turun di bawah levator ani atau tidak.
Pada tahun 1970 beberapa ahlibedah melakukan pertemuan di Melbourne dan menghasilkan kesepakatan tentang klasifikasi Internasional berdasarkan letak kelainan dibagi menjadi letak tinggi, intermediet dan rendah, tergantung letak kelainan apakah diatas, tepat atau dobawah otot levator ani. Klasifikasi Melbourne membagi atresia ani menjadi tiga bagian berdasar pemeriksaan radiologi. Garis yang menentukan letak ketinggian adalah garis pubococcygeus (PC) serta garis sejajar dibawahnya yang melewati proyeksi tulang Ischium (I). Atresia ani dikatakan letak tinggi bila akhiran rektum berada diatas garis PC dan dikatakan rendah bila akhiran rektum berada dibawah garis I, sedang bila berada diantara kedua garis tersebut adalah atresia ani intermediet.
Klasifikasi Internasional anomali anorektal.
Kelainan letak rendah (infra-levator)
1.daerah anal normal  menutupi anus lengkap, Stenosis ani
2. daerah perinel anus di perinel anterior, fistula anokutan (menutupi anus tak lengkap)
3. daerah valvulaar, anus vestibular, fistula anovestibular, fistula anovalular
Kelainan intermediet (translevator)
1.agenesis ani  laki-laki tanpa fistula, agenesis anal
   laki-laki dengan fistula rektobulbar
   perempuan tanpa fistula agenesis anal
  perempuan dengan fistula agenesis anal
-  rektovaginall rendah
- rektovestibular
2. stenosis anorektal
Kelainan letak tinggi (supralevator)
1. Agenesis anorektal
laki-laki tanpa fistula agenesisanorektal
laki-laki denganfistula
- rektouretral
- rektovesikal
perempuan tanpa fistula agenesis anorektal
perempuan dengan fistula
- rektokloaka
- rektovaginall
- rektovesikal
2. Atresia rekti
Kelainan lain yang tidak khas
a.imperfarus membrane ani
b.stenosis ani yang tertutup
c. stenosis membrane an
3. fissure vesikointestinal(ekstrofia kloaka)
4. Duplikasi anus, rektum dan traktus genitor urinaria
5. kombinasi kelainan
6. perineal groove
7. kanalis perineal
Klasifikasi lain yang dikenal dengan klasifikasi Wingspread ditetapkan oleh para ahli bedah anak pada tahun 1984, memberikan klasifikasi yang lebih sederhana dan membagi anomali anorektal berdasarkan aspek visceral, sfingter dan perineal menjadi kelainan letak tinggi, intermediet dan rendah.
Klasifikasi Wingspread
Perempuan
Letak tinggi:
Agenesis anorektal:
- dengan fistula rekto vagina
- tanpa fistula rekto vagina
Atresia rektal
Malformasi kloaka
Intermediet ;
Fistula rekto vestibuler
Fistula rektovaginal
Agenesis ani tanpa fistula
Letak rendah
Fistula anovestubular
Fistula anokutaneus
Stenosis ani
Malformasi lain (jarang)
Laki-laki
Letak tinggi:
Agenesis anorektal:
- dengan fistula rekto vagina
- tanpa fistula rekto vagina
Atresia rektal
Intermediet ;
Fistula rekto vestibuler
Fistula rektovaginal
Agenesis ani tanpa fistula
Letak rendah
Fistula anokutaneus
Stenosis ani
Malformasi lain (jarang)
Klasifikasi yang sekarang digunakan adalah klasifikasi Pena yang membagi malformasi anorektal menjadi dua, berdasarkan akhiran rektum dengan anal dimple/marker/petanda yaitu letak tinggi dan letak rendah. Disebut kelainan letak rendah bila jarak akhiran rektum dan kulit kurang dari 1 cm, sedangkan kelainan letak tinggi bila jarak akhiran rektum dan kulit lebih dari 1 cm, letak intermediet masuk dalam letak tinggi.
Alogaritma Pena
Klasifikasi Broadly tahun 1989 membagi atresia ani menjadi letak tinggi dan rendah. Dikatakan tinggi bila akhiran rektum terletak diatas otot levator atau tepat pada ototnya. Akhiran rektum bisa berakhir sebagai fistula, pada laki-laki sering sebagai fistula rektouretra yang bermuara pada uretra pars protatika. Sedang pada perempuan sering didapatkan fistula rektovaginal.
Pena menyatakan bahwa atresia ani mempunyai dampak yang luas, klasifikasi atresia ani terdahulu yaitu atresia ani letak tinggi, intermediet dan rendah tidak mempunyai nilai prognosis dan terapitis, bahkan cukup rumit untuk dipelajari. Sehingga Pena membuat klasifikasi yang lebih sederhana sebagai berikut:
Klasifikasi Pena
Jenis kelamin malformasi Perlu kolostomi atau tidak
Laki-laki a. fistula kutaneus/perineal
b. fistula rekto uretra
c. fistula rekto bulbar
d. fistula rekto prostaika
e. fistula rekto vesika
f. anorektal agenesis tanpa fistula
g. atresia rekti Tidak
Perempuan a. fistula kutaneus/perineal
b. Fistula rekto vestibuler
c. Anorektal agenesis tanpa fistula
d. Atresia rekti
e. Persisten kloaka Tidak

Penatalaksanaan
Berdasarkan alogaritma penegakan atresia ani dari Pena, penatalaksanaan awal tergantung dari jenis kelainan, letak dan ada tidaknya fistula. Ada beberapa macam metoda operasi yaitu abdomino-perineal pullthrough, perineal, sakroperineal dan posterosagital anorectoplasty. Penatalaksanaan atresia ani yang sekarang banyak dilakukan adalah metoda posterosagital anorectoplasty. Pena menganjurkan penanganan disesuaikan dengan alogaritma yang ada.
Kolostomi
Kolostomi desenden seperti yang dianjurkan Pena (2000) merupakan prosedur yang ideal untuk pelaksanaan atresia ani. Tindakan kolostomi merupaka upaya dekompresi, deversi sebagai proteksi terhadap penatalaksanaan atresia ani sampai tahap akhir. Tindakan kolostomi ini juga memungkinkan dilakukannya prosedur kolostogram distal yang merupakan prosedur diagnostik akurat untuk memberikan gambaran anatomi secara lengkap terhadap kelainan ini.
Menurut Pena dilakukannya pebaikan atresia ani tanpa dilakukan kolostomi terlebih dahulu akan meningkatkan risiko infeksi dan tidak dapat menggambarkan anatomi secara lengkap. Infeksi dan dehisensi masih merupakan komplikasi yang serius terhadap mekanisme konstinensi. Kolostomi desenden mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan kolostomi kanan atau transversum. Bagian dari kolostomi akan mengalami disfungsi dan akan terjadi atropi karena tidak digunakan. Dengan kolostomi desenden maka segmen yang mengalami disfungsi akan lebih kecil. Atropi dari segmen distal akan berakibat terjadinya diare cair sampai beberapa periode setelah dilakukan penutupan stoma dan hal ini dapat diminimalkan dengan melakukan kolostomi desenden. Pembersihan mekanik kolon distal lebih mudah dilakukan jika kolostomi terletak di bagian kolon desenden. Pada kasus dengan fistula urorektal, urin sering keluar melalui kolon, untuk kolostomi distal akan keluar melalui stoma bagian distal tanpa adanya absorbsi. Bila stoma terletak di kolon proksimal, urin akan keluar ke kolon dan akan diabsorbsi, hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya asidosis metabolik. Loop kolostomi akan menyebabkan aliran urin dari stoma proksimal ke distal usus dan terjadi infeksi saluran kencing serta pelebaran distal rektum. Distensi rektum yang lama akan menyebabkan kerusakan dinding usus yang irreversibel yang dapat disertai dengan kelainan hipomotilitas usus yang menetap hal ini akan menyebabkan konstipasi dikemudian hari.
Soewarno (1992) menganjurkan double barrel tranversocolostomy dextra untuk tujuan dekompresi dan diversi, keuntungan prosedur diatas adalah sebagai berikut:
1. Meninggalkan seluruh kolon kiri bebas dan pada saat tindakan definitif tidak menimbulkan kesulitan
2. Tidak terlalu sulit dikerjakan pada waktu singkat
3. Stoma distal dapat berlaku sebagai muara pelepas secret kolon distal
4. Feses kolon kanan relatif tidak berbau dibanding kolon kiri oleh karena pembusukan feses
5. Dimungkinkan irigasi dan pengosongan dari kantung rektum yang buntu
Posterosagittal anorectoplasty
Metode ini diperkenalkan oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982. Prosedur ini memberikan beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistula rektourinaria maupun rektovaginal dengan cara membelah otot dasar pelvis, sling dan sfingter. Macam PSARP adalah minimal, limited dan full PSARP.
Posisi penderita adalah prone dengan elevasi pada pelvis, pengalaman di Jogjakarta lutut diarahkan ke lateral (tiger position) sehingga ekspose daerah operasi akan lebih mudah. Dengan bantuan stimulator dilakukan identifikasi anal dimple. Insisi dimulai dari tengah sacrum ke bawah melewati pusat sfingter eksterna sampai ke depan kurang lebih 2 cm. insisi diperdalam dengan membuka subkutis, lemak, parasagital fibre dan muscle complex. Tulang coccygeus dibelah sehingga tampak otot levator, otot levator dibelah sehingga tampak dinding belakang rektum. Rektum dibebaskan dari dinding belakang dan jika ada fistula dibebaskan juga, rektum dipisahkan dengan vagina yang dibatasi oleh. Dengan jahitan rektum ditarik melewati otot
levator, muscle complex dan parasagittal fibre kemudian dilakukan anoplasty dan dijaga agar tidak tegang.
Untuk minimal PSARP tidak dilakukan pemotongan otot levator maupun vertical fibre, yang penting adalah memisahkan common wall untuk memisahkan rektum dengan vagina dan yang dibelah hanya otot sfingter eksternus. Untuk limited PSARP yang dibelah adalah otot sfingter eksternus, muscle fibre, muscle complex serta tidak membelah tulang cocccygeus. Yang penting adalah deseksi rektum agar tidak merusak vagina.
Masing masing jenis prosedur mempunyai indikasi yang berbeda. Minimal PSARP dilakukan pada fistula perineal, anal stenosis, anal membrane, bucket handle dan atresia ani tanpa fistula yang akhiran rektum kurang dari 1 cm dari kulit. Limited PSARP dilakukan pada atresia ani dengan fistula rektovestibuler. Full PSARP dilakukan pada atresia ani letak tinggi, dengan gambaran invertogram gambaran akhiran rektum lebih 1 cm dari kulit, pada fistula rektovaginalis, fistula rektouretralis, atresia rektum dan stenosis rektum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar